Wednesday, November 2, 2011

Pembangunan Kesadaran Bela Negara

JADILAH TUAN BAGI TUANMU
Oleh          : Mario Dumasessa Teterissa
NIM          : 1112003049 
           
Sekilas judul yang tertera dalam tulisan ini agak membingungkan. Namun, setelah anda membaca tulisan ini, saya yakin anda akan menemukan makna yang tersirat didalamnya. “Jadilah tuan bagi tuanmu”, teristimewa diperuntukan bagi saudara-saudari kita yang tengah menjalani profesinya menjadi pembantu rumah tangga di negara orang, sebut saja TKI.
Mungkin, apabila ditanya mengenai kehidupan mereka, masing – masing dari kita memiliki sudut pandang yang berbeda, tergantung bagaimana cara kita melihat masalah TKI. Contoh :
1.      Ada kalangan yang berpendapat bahwa mereka tidak menyesalkan atau menyayangkan nasib TKI  yang menerima penindasan dari majikannya di luar sana. Mereka lebih pantas mati disana dengan tujuan mengurangi penduduk Indonesia yang menghambat pertumbuhan kecerdasan bangsa. Mereka (TKI) hanya dianggap sampah masyarakat yang berterbangan, yang apabila tetap hidup di tanah air, hanya akan menularkan bibit penyakit kebodohan. Dengan kata lain, meninggalnya mereka disana akan meningkatkan persentase sumber daya manusia (SDM) Indonesia.
2.       Karena tuntutan ekonomi yang semakin menghimpit kehidupan, mereka mencoba mencari jalan keluar dalam mencukupi kehidupan mereka. Jauh dari kampung, mereka mencoba bertaruh asa dan kesempatan untuk dapat bekerja di negeri orang. Setelah mereka diberi izin bekerja menjadi TKI di sana, mereka masih harus mempersiapkan fisik dan mental di mana pun mereka dapat bekerja. Syukur bila TKI kita mendapat majikan yang baik hati. Kalau tidak? Padahal itu hanya untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka, belum untuk pribadi mereka sendiri.

Diatas adalah dua contoh pandangan yang saling bertolak belakang, yang  apabila diperhatikan secara lebih mendalam, tiap poinnya memiliki nilai keharuan yang berbeda. Dan kurang etis rasanya bila hanya pendapat kita saja yang ada dalam tulisan ini. Untuk itu berikut beberapa contoh curahan hati (curhat) TKI yang berhasil diperhalus bahasanya, yang mungkin saja bila kita berada di posisi mereka, kita pun akan mengatakan hal yang sama ;

·         Tuan tidak adil, menggaji saya seenak tuan saja!
·         Tuan tidak adil, salah dikit, gaji dipotong banyak!
·         Tuan rakus, istri sudah dua, saya di “pake” juga!
·         Tuan, yang disetrika baju, jangan punggung saya!
·         Saat saya pulang ke tanah air nanti, saya harus mengurus akte kelahiran anak kita. Tuan ikut ya!
·         Tuan, mayat saya dikubur di mana? Bisa dikirim lewat TIKI gake Indonesia?
Tragis dan menyedihkan. Melihat kenyataan yang ada, tentu lebih kejam dari ini. Yang awalnya mereka ingin memiliki penghasilan lebih, terpaksa harus gigit jari sampai terluka karena kenyataan tak seindah harapan. Ingin memiliki pengalaman berkarier di luar negeri, jadi merugi dalam berbagai aspek.
Ada beberapa pertanyaan untuk negeri ini berkaitan ketenagakerjaan yang mungkin harus kita renungkan bersama dan temukan solusinya ;
1.      Perlindungan seperti apa yang layak untuk menjamin kesejahteraan TKI?
2.      Bagaimana cara merealisasikannya agar tidak menjadi janji semu semata?
3.      Apabila ada pelanggaran dari pihak luar, adakah hukum yang pantas dijatuhkan untuk membela TKI?
4.      Herankah kita, warganegara tetangga ( WNT ) yang bekerja di Indonesia makmur, sementara TKI martir? Mereka yang datang ke Indonesia menjadi artis, sementara kita jadi pembantu.
Sebagai bagian terkecil dari negeri ini, tentu kita berharap semua ini bukanlah jati diri Indonesia. Jangan biarkan Ibu Pertiwi diperkosa bangsa lain! Jangan biarkan Garuda Muda Indonesia berhenti mengempaskan sayap! Sekaranglah waktunya kita harus berlari, semakin jauh, semakin cepat, namun tidak menjadi lelah. Mental seorang juaralah yang kita perlukan saat ini.
Banyak hal yang dapat kita lakukan. Mulai dari melengkapi segala kekurangan dan kelemahan yang ada, mengasah potensi minat, bakat dan talenta yang dikaruniakan Tuhan sebagai suatu kebanggan bangsa di dunia internasional, meraih penghargaan tertinggi dalam olimpiade akademik maupun non-akademik, atau beragam cara lainnya demi mewujudkan satu pandangan positif dari bangsa luar untuk bangsa Indonesia kearah yang lebih baik.
 Sebagai Mahasiswa Teknik Industri, saya berharap Teknik Industri Indonesia melahirkan banyak bibit unggul yang siap bersaing, baik di dalam maupun di luar negeri. Menjadi pencipta lapangan kerja dan berbagai macam alat atau mesin produksi, mengingat 1angka kewirausahaan negara kita baru mencapai 0,18% dari 2% syarat kewirausahaan negara maju dari jumlah penduduknya. Dengan cara yang seperti ini, kita juga mengurangi angka kemiskinan dan pangangguran. Mungkin juga dengan memberi pelatihan-pelatihan terkait bisnis rumah tangga seperti kursus menjahit, meramu obat-obatan tradisional, dan lain sebagainya.
Bukan menjadi suatu hal yang mustahil, apabila besok bukan lagi kita yang menjadi “ekor”, tetapi justru kitalah yang menjadi “kepala” bagi mereka. Bukan dengan praktik balas dendam, tetapi kita tunjukkan bahwa saatnya bangsa ini menjadi “garam” bagi dunia yang telah tawar akibat tipu daya kejahatan, dan menjadi “terang” bagi gelapnya dunia karena kecurangan, kebohongan, dan kebobrokan moral.
Saya yakin, kalau bangsa ini mau cepat mengintrospeksi diri, menyadari kekurangan dan mengetahui beratnya medan pertempuran di dunia global, tak ada yang tak mungkin. Kuncinya adalah langsung action, serius, belajar dari pengalaman dan kesalahan/kegagalan, dan yang terpenting adalah doa. Karena kembali lagi, manusia yang paling berhikmat di mata manusia boleh berpikir bahwa apa yang telah ia kerjakan pasti berhasil, tetapi ingat, tetap Tuhan yang menghendakinya atau tidak. Maka dari itu, berdoalah juga bagi bangsa Indonesia. Supaya setiap bentuk pembelaan kita untuk negeri kita tercinta ini selalu berjalan seturut dengan kehendakNya.

…Sukses terus Indonesia…







No comments:

Post a Comment