Tuesday, November 22, 2011

Dimana Pancasila Berada?


Judul di atas adalah kutipan dari pidato mantan Presiden Indonesia yang ke-3, Bpk. Prof. Dr. B.J. Habibie dalam rangka memperingati hari Kesaktian Pancasila, 1 Juni 2011. Pidato yang menginspirasi ini, telah membuat semua pihak untuk berfikir kembali tentang keberadaan pancasila yang sudah mulai dilupakan dan lunturnya nilai-nilai pancasila di era globalisasi ini. Lalu, apa itu globalisasi? Dalam pranala Wikipedia, didapatkan arti dari globalisasi sebagai berikut: “Menurut asal katanya, kata "globalisasi" diambil dari kata global, yang maknanya ialah universal. Achmad Suparman menyatakan Globalisasi adalah suatu proses menjadikan sesuatu (benda atau perilaku) sebagai ciri dari setiap individu di dunia ini tanpa dibatasi oleh wilayah. Sedangkan menurut Scholte, globalisasi terdiri dari beberapa definisi yaitu: Internasionalisasi, Liberalisasi, Universalisasi, Westernisasi, Hubungan transplanetari dan suprateritorialitas.1 Dari penjelasan tersebut, dapat diidentifikasikan bahwa globalisasi adalah suatu proses penyatuan, pembauran dunia dan biasnya batas-batas geografi antar negara yang melahirkan adanya dunia yang satu. Globalisasi membuat segala informasi menjadi transparan dan tersebar hanya dalam hitungan detik. Kemajuan sarana komunikasi yang pesat, dan adanya jejaring sosial seperti Facebook, Twitter, Myspace menjadi pisau yang memiliki 2 sisi, di satu sisi memberikan kemudahan dan keuntungan namun di sisi lain dapat menjadi boomerang yang membahayakan. Namun, bagaimana kondisi Indonesia? Arus globalisasi yang sudah tidak dapat dihindari lagi belum membuat Indonesia sadar akan pentingnya sebuah pedoman yaitu Pancasila sebagai landasan hidup berbangsa dan bernegara. Celakanya, hingga kini Indonesia tidak memiliki visi dalam menghadapi globalisasi. Globalisasi hanya dilihat selayang pandang, belum pernah diurai bagaimana peluang dan tantangannya. Belum ada dokumen resmi yang dikeluarkan pemerintah sebagai acuan dalam menghadapi era globalisasi. Tidak ada analisis dan uraian memadai dalam rencana pembangunan(RPJM/RPJP) yang membahas globalisasi.2 Belum adanya tindakan tegas dari pemerintah dalam menyikapi globalisasi itu membuat pancasila semakin jauh dari masyarakat. Ironi memang, karena belakangan ini banyak kasus yang mengindikasikan bahwa nilai-nilai setiap sila mulai dilupakan oleh sebagian besar masyarakat.
                    Tahun ini, Indonesia dikejutkan dengan pemberitaan adanya pengeboman tempat-tempat ibadah. Pada tanggal 15 April 2011, terjadi pengeboman masjid di area kompleks Polresta Cirebon. Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Anton Bahrul Alam mengatakan, peristiwa ledakan itu terjadi pada pukul 12.17 saat Salat Jumat hendak dilakukan (takbiratul ikhram). Pelaku pengeboman tewas seketika. Diduga kuat korban yang tewas adalah orang yang membawa bom tersebut. Bom itu merupakan aksi bom bunuh diri. Selain menewaskan pelaku, 30 orang lainnya mengalami luka-luka.3 
Kejadian ini sangat bertentangan dengan nilai-nilai moral Pancasila terutama sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa. Selain itu menurut pasal 29 ayat 2: Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu. Seharusnya kejadian seperti itu tidak akan pernah terjadi kalau saja setiap orang memahami  dan mengaplikasikan nilai-nilai moral sila pertama yaitu menjunjung tinggi toleransi antar umat beragama, menjadi bangsa yang berlandaskan pada ketuhanan, dan menekankan pada iman dan takwa.
                Lunturnya nilai-nilai Pancasila juga ditandai dengan maraknya pemberitaan di media massa tentang kemerosotan moral bangsa seperti terjadinya pembunuhan, pemerkosaan, kekerasan dalam rumah tangga, dan tindak kriminal lainnya. Berdasarkan hasil dokumentasi Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) sejak 1998 hingga 2010, hampir sepertiga kasus kekerasan terhadap perempuan adalah kasus kekerasan seksual. Yakni 91.311 kasus dari total 295.836 kasus kekerasan.4 Selain itu, jumlah kasus kekerasan seksual terhadap anak atau pelajar di DKI Jakarta meningkat. Terhitung sejak Januari hingga Maret ini mencapai 57 kasus. Kasus ini dialami oleh pelajar SD sebanyak 36 orang dan pelajar SMP sebanyak 21 orang.5 Kasus-kasus tersebut menjadi indikator bahwa  mulai banyak masyarakat yang melupakan Pancasila. Sebagai bangsa Indonesia seharusnya mampu menjadi bangsa yang beradab, berkeadilan, bermoral dan berakhlak mulia, seperti yang terkandung dalam sila ke-2 yaitu Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.
                Kasus lain yang menjadi tolak ukur dilupakannya keberadaan Pancasila adalah kasus korupsi. Sudah tidak asing lagi jika mendengar tentang track record korupsi di Indonesia. Menurut hasil survei pelaku bisnis yang dirilis Senin, 8 Maret 2010 oleh perusahaan konsultan “Political & Economic Risk Consultancy” (PERC) yang berbasis di Hong Kong, Indonesia merupakan  negara paling korup dari 16 negara Asia Pasifik yang menjadi tujuan investasi para pelaku bisnis. Penilaian didasarkan atas pandangan ekskutif bisnis yang menjalankan usaha di 16 negara terpilih. Total responden adalah 2,174 dari berbagai kalangan eksekutif kelas menengah dan atas di Asia, Australia, dan Amerika Serikat.6 Parahnya kasus korupsi di Indonesia telah menjadi rahasia umum. Korupsi seperti sudah menjadi tradisi dari kalangan bawah sampai kalangan atas. Korupsi menunjukkan bahwa semakin banyak orang yang tidak peduli pada orang lain, yang hanya memikirkan keuntungan untuk dirinya dan golongannya, yang melupakan bahwa mereka bekerja untuk menyampaikan aspirasi rakyat dan mengedepankan kepentingan umum, contoh disini adalah wakil rakyat dan pejabat-pejabat tinggi pemerintahan. Pernah suatu ketika, salah satu stasiun televisi swasta Indonesia menayangkan acara reality show dalam rangka memperingati hari Kesaktian Pancasila. Host acara tersebut berkunjung ke gedung DPR dan meminta anggota DPR yang ditemuinya untuk membacakan Pancasila. Dan sungguh diluar dugaan, lebih dari 1 orang tidak dapat membacakan Pancasila dari sila pertama sampai kelima. Sangat miris jika mengetahui bahwa mereka adalah wakil rakyat yang berpendidikan tinggi namun melupakan dasar negaranya sendiri. Jika Pancasila saja mereka lupa bagaimana dengan nilai yang terkandung dalam setiap sila?
                Nilai Pancasila selanjutnya adalah musyawarah dan demokrasi yang merupakan refleksi dari sila ke-4 yaitu Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan. Indonesia menganut sistem demokrasi yang memberikan kesempatan kepada rakyat Indonesia untuk berpartisipasi langsung dalam pemilihan presiden dan wakil presiden. Sayangnya, masih banyak rakyat yang tidak sadar akan pentingnya partisipasi mereka dalam pemilihan umum. Seperti yang diungkapkan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Jawa Barat, Dra.Endang Sulastri, Msi pada Workshop Peningkatan Partisipasi Masyarakat yang diselenggarakan oleh KPU Provinsi Jawa Barat di Gedung KPU Jabar, Jalan Garut, Kota Bandung, Kamis (20/10), partisipasi  masyarakat pemilih dalam pemilihan umum (Pemilu) di Indonesia dalam sepuluh tahun terakhir yakni dari tahun 1999 hingga 2009 menunjukkan trend menurun hingga mencapai 20 persen.7 Padahal suara rakyat sangat diperlukan ditengah keberagaman suku, budaya, dan agama di Indonesia.
                Indikator mulai dilupakannya Pancasila adalah inkonsistensi penegakan hukum. Banyak orang bilang hukum di Indonesia dapat dibeli dengan uang dan jabatan. Seperti kasus pada tahun 2009 yang sempat menghebohkan negeri ini yaitu kasus nenek Minah dari Dusun Sidoharjo, Desa Darmakradenan, Kecamatan Ajibarang, Kabupaten Banyumas yang harus menghadapi masalah hukum hanya karena tiga biji kakao yang nilainya Rp 2.000. Akibat perbuatannya itu, nenek Minah dijerat pasal 362 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dengan ancaman hukuman enam bulan penjara. Karena ancaman hukumannya hanya enam bulan, Minah pun tak perlu ditahan.8 Bandingkan dengan kasus-kasus korupsi yang merugikan uang negara senilai miliaran rupiah, seperti yang tercatat dalam laporan Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) Universitas Gadjah Mada (UGM) menyambut tahun 2011, ada lima kasus berskala nasional yang proses hukumnya bergulir pada 2010, tapi masih menjadi tanda tanya besar karena belum tuntas hingga tahun berganti. Kasus itu adalah perkara sistem administrasi badan hukum (sis­minbakum), kasus Depsos, kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Bank Indonesia (DGSBI) Miran­da Goeltom, kasus Gayus Tam­bunan dan kasus Bank Century.9 Dari kedua kasus tersebut, membuktikan bahwa aparat penegak hukum masih tebang pilih dalam menjatuhkan dakwaan, pemenang masih menjadi milik orang-orang yang berkuasa dan kaya raya. Padahal menurut pasal 27 ayat 1: segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya, dan nilai sila ke-5 yang menekankan pada prinsip keadilan bagi seluruh lapisan masyarakat, sangat jelas menunjukkan kesetaraan dan keadilan semua masyarakat di depan hukum tanpa mempertimbangkan jabatan dan kekayaan tapi murni didasarkan pada kesalahan yang diperbuat. 
                Berbagai contoh kasus mulai lunturnya nilai-nilai Pancasila diatas seharusnya membuat semua pihak menyadari betapa pentingnya Pancasila sebagai landasan hidup berbangsa dan bernegara terutama dalam era globalisasi ini, yang segalanya berjalan dengan sangat cepat dan dinamis, tidak seharusnya pancasila dilupakan, pancasila harus dikembalikan menjadi pedoman bagi bangsa Indonesia. Oleh karena itu, nilai-nilai pancasila harus dapat diimplementasikan secara efektif dan efisien dalam kehidupan sehari-hari sehingga seluruh rakyat dapat merasakan keadilan dan kebenaran dalam menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila yang selanjutnya dapat membangun rasa persatuan dan kesatuan bangsa yang kuat. Terciptanya rasa persatuan dan kesatuan yang bangsa yang didasarkan pada sikap toleransi, kemajemukan, kesetaraan dapat menjadi perekat dalam mengatasi berbagai konflik. Diimplementasikannya nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, baik dalam eksekutif, legislatif, maupun yudikatif akan memberikan kepercayaan, sehingga Pancasila benar-benar menjadi landasan etika dan moral bagi setiap penyelenggara negara dan komponen bangsa lainnya. Kalau sudah begitu, Indonesia akan sangat siap untuk menghadapi globalisasi

Oleh : Anissa Eka Rahma











No comments:

Post a Comment