Sunday, November 13, 2011

Diskriminasi : Iblis Pemisah Kerjasama dan Kehidupan Masyarakat


Diskriminasi merujuk kepada pelayanan yang tidak adil terhadap individu tertentu, di mana layanan ini dibuat berdasarkan karakteristik yang diwakili oleh individu tersebut. Diskriminasi merupakan suatu kejadian yang biasa dijumpai dalam masyarakat manusia, ini disebabkan karena kecenderungan manusian untuk membeda-bedakan yang lain.” – Wikipedia
Mungkin semua sudah familiar dengan kata tersebut, ya, kata yang memisahkan beberapa bagian umat manusia menjadi berbagai kelompok – kelompok yang sebetulnya tidak ada keuntunganya sama sekali. Diskriminasi pada ras, agama, gender dan hal – hal baku yang menyebabkan timbulnya perbedaan memang sudah lama tak ada. Dulu pada saat perang saudara di Amerika, terjadi diskriminasi ras antara kulit putih dan kulit hitam, pada beberapa daerah, terdapat suatu tempat yang dapat memebuat rugi salah satu pihak, seperti pembagian WC, tempat duduk di bus dan sebagainya. Hal seperti ini juga terjadi pada saat perang salib atau masa – masa medieval di Eropa, dimana perang antar agama merajalela. Itu diskriminasi di masa lampau, apakah bentuk diskriminasi di masa sekarang?
Dari kehidupan kita sehari- hari pun sudah bias dilihat, seperti di lingkungan kerja, pergaulan dan sebagainya. Dingkungan kerja jaman sekarang mungkin (maaf) masih ada yang secara diam – diam atau secara tidak sadar petinggi perusahaan tersebut melakukan diskriminasi. Seperti factor keluarga, teman dekat atau kerabat yang menyebabkan mereka berada di posisi tertinggi suatu perusahaan, lantas bagaimana dengan orang – orang yang berbakat namun tidak pernah naik jabatan? Sepertinya mereka harus bersabar diri sampai pemimpin mereka menyadari hal ini.
Diskriminasi dalam lingkungan kerja antara lain adalah : Cara pembagian upah , penerimaan karyawan, strategi yang diterapkan dalam memilih karyawan (pada kasus ini, kebanyakan hanya kerabat dekat yang didahulukan) dan kondisi kerja secara umum yang bersifat diskriminatif. Teori statistik diskriminasi berdasar pada pendapat bahwa perusahaan tidak dapat mengontrol produktivitas pekerja secara individual. Alhasil, pengusaha cenderung menyandarkan diri pada karakteristik-karakteristik kasat mata, seperti ras atau jenis kelamin, sebagai indikator produktivitas, seringkali diasumsikan anggota dari kelompok tertentu memiliki tingkat produktivitas lebih rendah.
Begitulah sabagian contoh dari perbuatan diskriminatif ini sendiri di lingkungan kerja, tentunya sangat memprihatinkan. Bayangkan apabila sebagian besar perusahaan besar di negeri ini masih melakukan system sampah seperti ini, kapan majunya industri di negeri kita? Hanya karena sekelompok orang yang haus akan jabatan atu tahta.
Berdasarkan hal ini dapat dilihat bahwa seseorang yang mempunyai bakat tapi memiliki kekurangan materi namun dalam keadaan sehat saja ditolak, bagaimana seseorang yang memiliki kondisi yang tidak wajar? . Pernah ada berita yang menjelaskan wanita lumpuh yang melamar menjadi Pegawai Negeri Sipil di suatu daerah ( tidak disebutkan dimana) ditolak, padahal mingkin dia dapat memeberikan kontribusi yang baik bagi daerahnya, hanya saja beberapa orang masih saja menilai orang dari “sisi luar” atau stereotype saja. Padahal dibalik itu ada hal tersembunyi yang mungkin tidak dimiliki oleh dictator tersebut.
Dalam UUD 1945 terdapat beberapa hak yang wajib diperoleh oleh setiap penduduk Republik Indonesia, salah satumya adalah hak untuk memilih pekerjaan dan pembebasan dari diskriminasi, jelas bukan? , justru hal seperti ini mungkin sudah sulit untuk ditangani oleh KOMNAS HAM karena sudah menjadi suatu kebiasaan yang tak bisa hilang dari pemikiran para dictator tersebut. Rasisme seperti abad pertengahan memang sudah tidak ada lagi, tetapi tahukah bahwa diskriminasi secara “tidak langsung” ini lah yang lebih kejam dibandingkan bentuk – bentuk diskriminasi pada abad pertengahan? Kalau iya, mengapa?. “Diam – diam mematikan”, itulah peribahasa yang cocok untuk menggambarkan situasi ini, karena para dictator tersebut memang tidak melakukan serangan fisik terhadap karyawanya, tetapi secara psikologis, para dictator itu telah “mematikan” harapan mereka yang telah mereka impikan sekian lama hanya karena melihat dari penampilan, latar belakang keluarga dan hal – hal yang berbau materialistis lainya. “Pathetic, isn’t it? “. begitulah apa yang dikatakan oleh para pengamat kehidupan social di dunia barat yang tentunya mereka sudah tidak tahan dengan perbuatan tirani ini.
Bukan hanya di lapangan kerja saja, di kehidupan sosial masyarakat pun lebih banyak terjadi diskriminasi seperti ini, contohnya dalam sebuah kelompok social  atau bakan organisasi formal. Mereka hanya mengumpulkan orang – orang yang “berpikiran sama” saja. Ini menyatakan orang – orang yang “sejenis” dan mayoritas dari mereka sajalah yang ingin bergabung, padahal latar belakang anggota organisasi yang berbeda dapat membuat banyak pendapat yang berbeda namun positif bagi organisasi tersebut, apakah mereka tidak berpikir sejauh itu? Pada masalah geng ini berbeda, rata – rata mereka hanya sekumpulan anak muda dengan masa depan yang tidak jelas yang hanya mencari sensasi saja. Sperti biasa, prinsip “Kumpulan anak – anak eksis” saja yang diutamakan. Apa maksud “eksis disini? Eksis karena bergabung dengan kelompok terkenal dan dan memandang rendah orang – orang yang diluar kelompok mereka. Mereka sebetulnya adalah calon – calon diskriminator  di masa depan yang menjadi penghambat terealisasinya kehidupan harmonis di masa yang akan datang.
Imagine there’s no country, it isn’t hard to do. Nothing to kill or die for, and no religion too. “Imagine all the people, living live and peace. Itulah penggalan lirik lagu “Imagine” yang dipopulerkan oleh legenda  musik rock John Lennon, lagu itu menggambarkan betapa indahnya dunia ini tanpa perbedaan dan semua manusia dapat menjalani hidup mereka dengan damai tanpa perbedaan. Sepertinya lirik lagu tersebut dapat menyadarkan kembali kita akan persatuan dan menghormati perbedaan yang ada, dengan kata lain hal seperti diskriminasi ini hanya menghambat kerjasama yang harmoni dengan membeda – bedakan saja. Percaya (trust) dan saling menghargai (respect ) adalah dua elemen yang sangat penting untuk terjalinya kerjasama yang harmonis. So let’s throw away discrimination in our society, respect each other differences and unite our vision! One for all, all for one! United we stand! .
By :Keval Priapratama, 1112003048




No comments:

Post a Comment